BIOLOGI 2010, FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan Pencemaran, baik pencemaran air, udara maupun tanah yang skala penyebarannya sudah cukup meluas, utamanya bersumber dari industri, rumah tangga, usaha-usaha kecil dan pasar dengan segala jenis limbahnya, terutama sampah dari rumah tangga.
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia yang mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Kriteria air bersih yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. salah satu faktor penting penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk kebutuhan air minum.
Air dikatakan bersih apabila tidak mengandung mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan kimia yang dapat membahayakan makhluk hidup lainnya. Tingkat kebutuhan air bersih ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah makhluk di bumi ini, kegunaan air bersih untuk mencuci, mandi, dan juga untuk minum harus diperhatikan, karena sekarang ini tak jarang masih sulit menemukan sumber air bersih layak konsumsi di suatu daerah, dimana daerah-daerah yang kurang air ini, sering mengalami kekeringan.
Pentingnya air bersih layak konsumsi ini harus dijaga, dan perlu dikembangkan cara budi daya air bersih ini. Karena kita tahu bahwa hampir sekitar 75% tubuh kita terdiri dari air, mungkin manusia atau makhluk hidup lainnya dapat hidup tanpa makan, tapi mereka tidak akan bisa bertahan hidup lebih dari 2-3 hari tanpa air.
Jika terjadi pencemaran air dari limbah rumah tangga dibandingkan dengan limbah industri, maka yang lebih berbahaya adalah limbah industri karena yang pertama ialah betulkah ada bahan beracun yang berbahaya (B3) yang dibuang sebagai limbah proses industri maupun penambangan di sekitar sana. Yang kedua adalah apakah munculnya penyakit dan kelainan yang diderita penduduk sekitarnya adalah akibat keracunan bahan dari limbah tersebut, melalui pencemaran air dan bahan yang dikonsumsi penduduk sehari-hari.
Dengan bertambahnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah air bersih yang diperlukanpun akan semakin meningkat. Secara global kuantitas sumber daya tanah dan air relatif tetap, sedangkan kualitasnya makin hari makin menurun. Oleh karena itu kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk air minum, memasak , mencuci dan sebagiannya harus diperhatikan. Cara penjernihan air perlu diketahui karena semakin banyak sumber air yang tercemar limbah rumah tangga maupun limbah industri. Cara penjernihan air baik secara alami maupun kimiawi akan diuraikan dalam bab ini. Cara-cara yang disajikan dapat digunakan di desa karena bahan dan alatnya mudah didapat. Bahan-bahannya anatara lain batu, pasir, kerikil, arang tempurung kelapa, arang sekam padi, tanah liat, ijuk.
Ada beragam alat pengolahan air untuk membantu mengatasi masalah tersebut, mulai dari yang berteknologi canggih dan berbiaya mahal (contohnya: CNI ð Water Life, AMSTRO RO Water System dan lainnya) dan teknologi sederhana serta berbiaya murah (contohnya: Alat penjernih hasil rancangan masyarakat, Alat penjernih hasil rancangan mahasiswa untuk penelitian dan lainnya).
Sesuai dengan kondisi masyarakat pedesaan maupun perkotaan di Indonesia pada saat ini umumnya masih dalam kondisi ekonomi rendah, maka alat pengolahan air untuk mengatasi masalah tersebut yang sesuai adalah berteknologi sederhana dan berbiaya murah. Sesuai dengan fakta lapangan dan studi kasus di atas dilakukan upaya mitigasi untuk membantu mengatasi hal tersebut, yaitu mengadakan perancangan suatu alat proses penjernihan air sumur yang murah, sederhana, teknologinya baik dan bahannya mudah didapat di pasaran untuk digunakan meminimasi permasalahan air sumur yang kurang baik mutu airnya dengan menggunakan media bahan penjernih arang aktif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang timbul adalah :
1. Apakah air waduk Lalung di daerah karanganyar, Solo, Jawa Tengah, masih layak digunakandilihat dari kadar Ph, banyak partikel, DO, dan mikroorganisme lain yang terkandung dalam air waduk?
2. Bagaimanakah kemampuan system penjernihan air dengan arang tempurung kelapa tersebut?
3. Bagaimana perbandingan kualitas air sebelum dan sesudah dijernihkan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode penjernihan air menggunakan arang batok kelapa.
2. Untuk mengetahui kadar pH, banyak partikel, DO, dan mikroorganisme lain yang terkandung dalam air waduk.
3. Membandingkan kualitas sebelum dan sesudah penjernihan air
4. Untuk menjawab perumusan masalah diatas.
BAB II
LANDASAN TEORI
Secara iklim dan geografis, Indonesia yang terletak di daerah tropis menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena curah hujan yang tidak merata, baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dalam perspektif jumlah, mutu, ruang dan waktu. Pulau Jawa yang dihuni sekitar 65% penduduk Indonesia hanya mempunyai 4,5% dari potensi air tawar nasional. Sebagai daerah tropis, Indonesia dalam perspektif waktu terbagi dalam musim hujan dan musim kemarau.Secara nature, ketersediaan air sangat melimpah pada saat musim hujan, sehingga selain menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan berupa banjir, sedangkan pada musim kemarau, kelangkaan air telah pula menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan lainnya yang berupa kekerinhan yang berkepanjangan.Dengan demikian jelas terlihat, bahwa alam tidak selalu memberikan sesuatu dalam dimensi yang sesuai (fit) dengan yang diperlukan manusia. Artinya, kesesuaian (the fitness), secara alamiah (nature) tidak selalu dapat diperoleh manusia secara taken for granted (Anonim, 2010).
Kemampuan interaksi antara manusia dan alam, yang tercermin dalam budaya dan tingkat peradabannya, sangat menentukan keberhasilannya untuk mencapaitingkatan kesesuaian (the level of fitness) yang dikehendaki.Air adalah kebutuhan dasar manusia, sehingga pengelolaan air sebagai suatu budaya diyakini telah muncul sejak awal manusia diciptakan.Dengan demikian, tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa tingkat kemampuan pengelolaan sumber daya air suatu masyarakat juga mencerminkan tingkat peradaban yang mereka miliki, mengingat peran penting air yang tak tergantikan sebagai sumber kehidupan manusia. No water, No civilitation (Winarno, 1986).
Bertolak dari hal tersebut, kiranya perlu melakukan refleksi atas tingkat peradaban, khususnya dalam hal pengelolaan air.Problem air yang terus berkembang semakin kompleks dan rumit, menunjukkan tingkat peradaban yang semakin jauh tertinggal dari laju perubahan perilaku alam yang disebabkan baik oleh kodrat alamiahnya maupun berbagai bentuk intervensi manusia yang ditanggungnya. Menurut Van Peursen, peristiwa kebudayaan padadasarnya merupakan suatu tensi antara pola pikir dan pola tindak imanensi, serba terkurung oleh lingkungannya, dengan pola piker dan pola tindak transedensisyatu sikap yang mencoba berdiri di luar, mengambil jarak sebagai suatu upaya kemandirian dan lebih jauh menguasai lingkungannya. Selanjutnya Van Peursen mendiskripsikan mengenai tahapan sejarah kebudayaan manusia, yang diawali oleh tahap mistis, berkembang menjadi tahap ontology dan berakhir pada tahap fungsional (Winarno, 1986).
Dapat diinterpretasikan bahwa tahap-tahap tersebut pada dasarnya adalah logis dari sebuah proses belajar (learning-process) yang berkesinambungan. Pada tahap mistis, manusia terkurung oleh kekuatan-kekuatan lingkungannya atau berada pada budaya imanensi.Mata pencaharian manusia masih berbasis pada perburuan dan pertanian sederhana.Alam merupakan sumber kehidupan utama yang mempunyai sesuatu kekuatan. Dengan mencegah kemarahan dan menimbulkan keramahan alam menjadi urusan fundamental bagi manusia. Daya evaluative dan kritis masih rendah sehingga sebab musabab perilaku alam belum dapat dipahami dan dijelaskan sesuai logika.Fenomena kemarahan dan keramaha alam masih dipahami sebagai misteri yang lebih sering dijelaskan dan dituturkan sebagai fenomena gaib (Winarno, 1986).
Manusia memposisikan dirinya sebagai sub-ordinasi dari alam sekitarnya, sehingga muncul berbagai pola ritual untuk menghargai dan memuja alam sebagia sumber hidup dan kehidupan, termaduk dalam hal pengelolaan sumber daya air.Pemujaan terhadap alam tersebut tercermin secara jelas dalam wayang purwo, dimana gunungan yang mengambarkan jagad raya lebih didominasi oleh nuansa hutan.Selain itu, pemujaan tersebut mencerminkan suatu tata nilai dan pola tindak yang penuh kehati-hatian dan perhitungan, bahkan ketakutan, yang menciptakan berbagai kearifan (wisdoms) dalam pengelolaan sumber daya alam, yang ditunjukkan salah satunya adalah menonjolnya perilaku konservatif dibandingkan dengan perilaku eksploitatif (Anonim, 2010).
Kearifan tersebut muncul dan dituturkan secara turun-temurun dan berkembang menjadi suatu tradisi.Hampir setiap suku yang ada di Indonesia mempunyai tradisi pengelolaan sumber daya air.Setaip tradisi mempunyai kekayaan tata nilai kebajikan (Anonim, 2010).
Tata-nilai kebajikan tersebut pada umumnya diekspresikan secar konsisten dalam berbagai instrument mekanisme dan teknologi pengelolaan somber daya air, walaupun dengan tingkat kemampuan efektifitas dan efisiensi yang terbatas.Konsistensi antara tata nilai yang diyakini dan instrumen pengelolaan yang diterapkan telah menimbulkan suatu pola hubungan yang harmonis antara manusia dan alam sekitarnya.Kehidupan masyarakat Badui dan Kampung Naga di Jawa Barat dapat diajukan sebagai contoh bagaimana kearifan suatu tradisi mampu menciptakan suatu keharmonisan hubungan antar manusia dan alam lingkungannya.Tahapan sejarah kebudayaan berikutnya adalah tahap ontologis.Pada tahap ini manusia mulai mempertanyakan hakikat diri dan lingkungannya.Pemikiran-pemikiran filsafati yang bersifat evaluative dan kritis mulai muncul dan berkembang.Pada tahap ini manusia mulai melepaskan diri dari keterkurungannya alam lingkungannya.Mengambil jarak dari alam lingkungannya adalah suatu keperluan untuk memperoleh pengetahuan yang hakiki (Anonim. 2010).
Dalam konteks pengelolaan sumber daya air Indonesia, tidak banyak informasi yang tersedia mengenai proses dan produk kebudayaan pada tahap ontologism ini. Pemikiran-pemikiran ontologis yang bersifat filsafati mengenai pengelolaan sumber daya air Nampak belum diinventarisasikan secara sistematis dan utuh, kecuali pada beberapa unit kebudayaan, antara lain sabak di Bali. Bahkan mungkin pada beberapa unit budaya, hal tersebut tidak terinventarisasaikan (Anonim. 2010).
Tahap berikutnya dalam srjarah kebudayaan adalah tahap Fungsional. Pada tahap ini, manusia tidak lagi percaya pada mitos, dan juga tidak lagi mengambil jarak dengan lingkunngannya sebagaimana tahap ontology, akan tetapi manusia mulai mendekat dan menjamah lingkungannya untuk relasi-relasi baru sehingga berbagai macam fungsi melalui terciptanya berbagai teknologi sebagai hasil dari upaya memproses relasi-relasi baru tersebut. Terciptanya fungsi-fungsi baru beserta teknologinya telah memperkokoh posisi manusia di hadapan alam lingkungannya.Budaya transedensi mulai tumbuh dan berkembang yang cenderung mengakibatkan dominasi perilaku eksploitatif.Hal tersebut juga didorong oleh berkembangnya teknologi-teknologi baru yang pada umumnya berdifat eksploitatif (Anonim. 2010).
Perilaku eksploitatif tersebut sangat berbahaya apabila diikuti oleh oerilaku hedonistic yang berorientasi jangka pendek danmementingakan diri sendiri dan cenderung mengorbankan kepentingan kepentingan jangka panjang dan kepentingan masyarakat luas. Tanaman vegetative yang membentuk hutan di daerah tangjapan air dan mempunyai fungsi tak tergantikan sebagai sumber air dan udara segar, dieksploitasi secara berlebihan melalui penebangan yang tak terkendalikan. Sikap pragmatism pulalah yang menyebabkan perilaku eksploitasi air tanah secara sangat berlebihan (Anonim. 2010).
Beberapa paradok akan muncul menghadang dalam upaya pengelolaan sumder daya air. Paradok pertama dari sisi demand kebutuhan air, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kualitas konsumsi masysarakat sebagai dampak dari gerak roda pembangunan. Akan tetapi di sisi supply, ketersedaiaan air secara kuantitas semakin langka sebagai akibat dari semakin terdegradasinya sumber-sumber air, sedangkan secara kualitas juga semakin langka akibat proses pencemaran yang cenderung semakin meningkat intensitas dan ragamnya. Upaya pemerintah dalam meningkatkan kapasitas supply di bidang sumber daya air tidak terlampau banyak diharapkan mampu mengimbangi, mengingat semakin terbatasnya dana investasi pemerintah dan juga semakin kompleksnya permasalahan pembangunan pengairan yang dihadapi. Denagn demikian, dapat memprediksikan bahea gap antara demanf dan supply akan cenderung semakin membesar dari tahun ke tahun. Pada beberapa lokasi, selain itu, bahaya banjir dan bahaya kekeringanpun cenderung semakin membesar akibat menurunnya kualitas daerah tangkapan air (Osi Arutanti, dkk, 2009).
Terjadi ketidakharmonisan dan inkonsistensi antara sisitem tata nilai yang diyakini dan disepakati bersama dengan system kelembagaan dan sisitem teknologi yang diterapkan. Pola perilaku yang terjadi tidak mencerminkan norma kebajikan yang diyakini dan disepakati bersama. Banyak manusia yang tergelincir dalam budaya dan pragmatism yang terbukti bersifat “self destructive” dan melupakan sekaligus meninggalkan kebajikan=kebajikan yang diciptakan pada tahap mitos dan tahap ontologi. Keterbatasan ketersediaan air secara pasti akan menjadi kendala yang membatasi ruang gerak manusia sekaligus mangancam tumbuhnya peradaban. Bahkan, apabila diperkenankan menyampaikan scenario pesimistik, dapat dikatakan bahwa tumbuhya budaya “self-distructive” pada tahap fungsional ini, secaraperlahan tapi pasti akan mengancam tidak saja peradaban manusia, tapi juga keberadaan manusia. Ini adalah horror dalam sejarah kebudayaan pengelolaan sumber daya air dan sekaligus merupakan paradokmyang ke-dua, karena semestinya perkembangan sejarah kebudayaan harus mampu menampilkan perkembangan peradaban yang secar terus-menerus menunjukkan proses pengokohan keberadaan dan peningkatan harkat martabat manusia (Goncharuk, 2010).
Suatu pemikiran reflektif terhadap pengelolaan sumber daya air dari perspektif sejarah kebudayaan.Dari pemikiran reflektif tersebut tidak dapat dikatakan bahwa arah pengembangan kebudayaan dalam pengelolaan sumber daya air menuju ke arah peradaban yang diinginkan, bahkan cenderung mengarah pada beberapa paradok yang mengkhawatirkan.Untuk itu, upaya-uoaya penyelamatan dengan meluruskan kembali arah perjalanan peradaban air melalui penciptaan keharmonisan (fit) antara system nilai, system kelembagaan dan system teknologi perlu ditempuh.Keharmonisan tersebut secara konsisten relatif terjaga pada tahap mitos dan ontology.Namun pada tahap fungsional mulai terjadi ketidakharmonisan antara system nilai dengan sisitem kelembagaan dan system teknologi (Fardiaz, 1992).
System kelembagaan dan system teknologi berkembang secara cepat dan “powerfull” menuju rasionalitas positivisme dan materialistis, meninggalkan system nilai moralitas yang mengedepankan keseimbangan antara orientassi material dan non material. Beberapa kasus terjadi dalam kasus pengelolaan air, dimana introduksi teknologi baru menimbulkan keterasingan dan bahkan penolakan karena tidak dapat dipahami menurut kacamata moralitas masyarakat. Keterasingan tersebut akan menybabkan teralineasinya masyarakat dari proses pembangunan yang secara social akan berimplikasi secara luas dan kontra produktif. Perlu dilakukannya upaya inventarisasi, penulisan, dokumentasi, dan kemudian pengkajian tentang sejarah kebudayaan pengelolaan sumber daya air Indonesia, yang berbasis pada unit-unit tradisi yang tersebar di seluruh Indonesia (Denslow,A Sheri, 2010).
Pengkajian haruslah bersifat komprehensif meliputi aspek tata nilai / moralitas, aspek kelembagaan dan aspek teknologi, bahwa langkah tersebut diperlukan untuk mendokumentasikan “local wisdom” dan kreativitas masa lalu secara sistematis agar bersama-sama dengan wisdom dan kreativitaasmasa kini, dapat dikaji dan dievaluasi secara kritis untuk keperluan mengarahkan perjalanan kebudayaan pengelolaan sumber daya air kearah kedinamisan dan keharmonisan yang merupakan suatu syarat kesinambungan suatu masyarakat (Fardiaz, 1992).
Air adalah zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi di lautan luas.Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air), dan gas (uap air).Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hydrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen (Fardiaz, 1992).
• Air yang berada di bumi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Air tanah
2. Air permukaan
• Berdasarkan sifat polutannya, polutan dapat dibedakan menjadi
1. Padatan
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen demaging wastes)
3. Mikroorganisme
4. Komponen organic sintetik
5. Nutrient tanaman
6. Minyak
7. Bahan radioaktif
8. Panas air tanah
• Uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi pencemaran adalah
1. Nilai Ph, keasaman dan alkalinitas
2. Suhu
3. warna, bau, dan rasa
4. jumlah padatan
5. nilai BOD / COD
6. pencemaran mikroorganisme pathogen
7. kandungan minyak
8. kandungan logam berat
9. kandungan loga radioaktif
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya.Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungn atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2 O2 dan N2 , serta bahan-bahan tersubsensi seperti debu dan partikel-partikel lainya yang terbaw adari atmotsfer. Air permukaan dan air sumur biasanya mengandung bahan-bahan metal terlarut Na, Mg, Ca, dan FE.
Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalan jumlah tinggi disebut air sadah. Air minumpun bukan merupakan air murni. Meskipun, bahan-bahan tersuspensi dan bakteri mungkin telah dihilangkan dari air tersebut, teteapi air minum mugkin masih mengandung komponen-komponen terlarut.Bahkan air murni sebenarnya tidak enak untuk diminum karena beberapa bahan yang terlarut mungkin memberikan rasa yang spesifik terhadap air minum (Djajaningrat & Harry, 1993).
Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelas bahwa air yang tidak terpolusi tidak selalu merupakan air murni, tetapi adalah air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu, misalnya untuk air minum, berenang, mandi, kehidupan hewan air, pengairan dan keperluan industri. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak digunakan secara normal disebut polusi. Karena kebutuhan mahluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batasan polusi untuk berbadgai jenis air juga berbeda (Djajaningrat & Harry, 1993).
Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasai tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum, yang terpolusi munkin rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin sukar dideteksi, bau yang menyengat mungkin akan timbul pada pantai laut, sungai dan danau yang terpolusi, kehidupan hewan air akan berkurang pada air sungai yang terpolusi berat, atau minyak yang terlihat terapung pada permukaan air laut menunjukkan adanya polusi. Tanda-tanda polusi air yang berbeda ini disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. Untuk memudahkan pembahasan mengenai berbagai jenis polutan, polutan aitr dapat dikelompkkan atas Sembilan grup berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:
1. padatan
2. bahan buangan yang membutuhkan oksigen
3. mikro organisma
4. komponen organic sintetik
5. nutrient tanaman
6. minyak
7. senyawa anorganik dan mineral
8. bahan radio aktif
9. panas
Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingg dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat-sifat air yang umum diuji dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya:
1. nilai pH, keasaman dan alkalinitas
2. suhu
3. warna bau dan rasa
4. jumlah padatan
5. nilai BOD atau COD
6. pencemaran mikroorganisme pathogen
7. kandungan minyak
8. kandungan logam berat
9. kandungan bahan radio aktif
Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6-8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalingan mempunyai pH 6.2-7.6,air buangan air susu dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5.3-7.8, air buanga pabrik bier mempunya pH 5.5-7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7.6-9.5 (Djajaningrat & Harry, 1993).
Pada indusri-industri makanan, peningkatan keasaman air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik.Air buangan indusrri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamanya juga tinggi atau pHnya rendah. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi di dalam air juga akan meningkatkan keasamanya karena FeS2 dengan udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi atau (Fe) yang larut (Djajaningrat & Harry, 1993).
Perubahan pengasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Djajaningrat & Harry, 1993).
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi dari pada air asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:
1. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
2. Kecepatan reaksi kimia meningkat.
3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi, di samping itu suhu yang relatif tinggi akan menuruunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air buangan yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan-hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Djajaningrat & Harry, 1993).
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi,misalnya air di rawa-rawa berwarna kuning,coklat atau kehijauan,air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena menggandung Lumpur , dan air buangan yang mengandung besi/tannin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan atas dua macam yaitu warna sejati (true colour) yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut, dan warna semu (apparent colour), yang selain disebabkan oleh bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid (Djajaningrat & Harry, 1993).
Bau air tergantung dari sumber airnya.Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air, baik yang hidup maupaun yang sudah mati.Air yang berbau sulfide dapat disebabkan oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organic yang mikroorganisme anaerobic (Djajaningrat & Harry, 1993).
Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa.Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang menyimpang tersebut biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan.Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal.Sebagai contoh, bau fenol dari air buangan yang berasal dari pabrik gas, petroleum dan plastic juga dianggap mempunyai rasa fenol, dan bau khlor karena adanya senyawa khloramin (R-NH-Cl atau R-N-Cl2) juga dianggap mempunyai rasa khlor (Djajaningrat & Harry, 1993).
Air merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh makhluk hidup dimuka bumi ini.Air merupakan substansi kimia dengan rumus kimia H20.Dari rumus tersebut dapat diketahui bahwa satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.Dalam bentuk ion air dapat dideksripsikan sebagai sebuah ion hydrogen (H positif) yang berikatan dengan ion hidroksida (OH negatif).
Air memiliki sifat pelarut yang baik sehingga dapat melarutkan bahan-bahan organik sisa-sisa pembuangan(limbah).Bahan-bahan organik yang terlarut ini akan mengalami penguraian dan pembusukan,peristiwa inilah yang menyebapkan air menjadi tercemar.Air yang tercemar ini mempunyai kadar oksigen yang menurun dratis sehingga biota air akan mati.Ciri-ciri air yang tercemar dapat dilihat secara kualitatif yaitu warna,viskositas dan bau.(Arutanti, Osi ; 2009)
Selain alasan diatas,salah satu faktor yang menyebapkan pencemaran air yaitu meningkatnya aktivitas manusia dirumah tangga yang menyebapkan semakin besarnya volume limbah yang dihasilkan dari waktu kewaktu.Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta meter kubik pertahun,dengan peningkatan kandungan rata-rata 50%. Sehingga menyebapkan beban air semakin berat dan terganggunya komponen air dalam saluran air,biota perairan dan sumber air penduduk.Keadaan tersebut menyebapkan terjadinya pencemaran yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan. .(Yusuf, Guntur ; 2008)
Untuk menaggulangi pencemaran air maka diperlukan tekhik penjernihan air,telah dilakukan berbagai macam penelitian tentang penjernihan air di Indonesia salah satunya yaitu:
1. Penjernihan air sungai lahan gambut menggunakan karbon aktif gambut
Didaerah Riau dan kalimantan masyarakat menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari.Air sungai tersebut berwarna kuning kecoklatan karena terlarutnya senyawa humat dari gambut.Maka diperlukan pengolahan air secara klorinasi yang menyebapkan residu humat membentuk trihalomentana bersifat karsinogenik.Dapat pula digunakan metode adsorpi dengan karbon katif tapi mhal harganya.pengaktifan karbon dilakukan dengan cara kimia menggunakan ZnClz dan cara fisika dengan pemanasan suhu 800 derajat celcius.Cara kimia lebih baik darifada cara fisika karena memiliki daya absorpsi lebih baik.
2. Proses penjernihan air menggunakan fotokatalis TiO2 dalam air limbah leuwi gajah.
Cara ini merupakan yang paling aman dan efektif dalam proses sterilisasu dari pencemar organik.
3. Melakukan sistem pengolahan limbah rumah tangga yang murah dan mudah diterapkan juga dapat memberi hasil yang optimal dalam mengolah dan mengendalikan limbah rumah tangga sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat dikurangi.Salah satu cara untuk limbah rumah tangga ini dengan pemnfaatan sumber daya alam yang telah diketahui memiliki kaitan erat dengan proses penjernihan air limbah rumah tangga,dengan berbagi jenis tanaman air yang tumbuh pada kolam-kolam atau genangan air disekitar permukiman.Tanaman air yang memiliki media diperairan yang dapat dibedakan menjadi 4 jenis:
a) Tanaman air yang hidup pada tepian bagian perairan disebut marginal aquatic plant.
b) Tanaman air yanh hidup pada permukaan perairan disebut floating aquatic plant.
c) Tanaman air yang hidup melyang didalam perairan disebut submerge aquatic plant.
d) Tanaman air yang tumbuh pada dasar perairan disebut the deep aquatic plant.
(Prabhakar, 2009)
Di dunia ini air merupakan salah satu komponen penting kebutuhan hidup manusia. Air bersih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air minum, memasak, mandi maupun mencuci. Pemenuhan kebutuhan air bersih saat ini sudah mulai berkurang, karena penurunan kualitas maupun kuantitas air di lingkungan. Penurunan kualitas air dapat disebabkan karena pencemaran air. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air menjadi masalah yang besar. Dampak langsung dari pencemaran air adalah terjadi degradasi air di mana-mana, baik itu di air tanah, air sungai, maupun air laut. Beberapa contoh pencemaran air terjadi di beberapa daerah antara lain Gunungkidul, Klaten dan Banjarnegara. Di Gunungkidul, pencemaran air bersih mengakibatkan kasus diare pada masyarakat yang menggunakan sumber air tercemar tersebut. Sementara di Klaten, Desa Sukorejo.Wedi, pencemaran air menyebabkan penyakit typus, diare maupun demam. Begitu pula kasus yang terjadi di daerah Banjarnegara . Dari ketiga kasus tersebut, kesamaannya adalah air yang dikonsumsi mengandung bakteri Escherichia coli (E. coli) yang melebihi batas ambang yang diperkenankan pada air yang memenuhi syarat dikonsumsi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendapatkan air bersih yang bebas dari pencemaran akibat banyaknya aktivitas manusia dewasa ini. Secara umum ada empat kegiatan dalam siklus perputaran air berkaitan aktivitas manusia, yaitu eksplorasi air, konsumsi air, produksi air limbah dan penjernihan air limbah. Pada kegiatan keempat yaitu penjernihan air limbah, terdapat beberapa proses, antara lain penyaringan, sedimentasi, filtrasi dan disinfektansi. Meskipun sistem penjernihan ini tergolong efektif, namun demikian masih cukup mahal terkait dengan sistem dan material yang digunakan
( Widiyanti, Ni Luh Putu, Ni Putu Ristiati, 2004 )
Pada saat ini mulai diperkenalkan teknologi pemanfaatan fotokatalis sebagai fotodegradasi polutan menggunakan material oksidasi fotokatalis. Oksidasi fotokatalis merupakan proses partikel semikonduktor di dalam suspensi air limbah menangkap cahaya ultra-violet (UV) dan selanjutnya energi ini digunakan untuk menghasilkan pasangan elektron dan lubang (hole). Pasangan elektron-hole ini selanjutnya berdifusi ke permukaan partikel yang kemudian mengoksidasi dan mereduksi polutan-polutan beracun.
(Subiyanto, Haruno, dkk. 2009)
Keuntungan dari oksidasi fotokatalis adalah sumber energi yang digunakan melalui pemanfaatan cahaya matahari. Selain itu oksidasi fotokatalis akan mengubah senyawa-senyawa berbahaya dan beracun di dalam air menjadi senyawa yang tidak berbahaya seperti karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Material oksidasi fotokatalis yang dapat digunakan adalah TiO2. Penelitian mengenai material TiO2 sebagai oksidasi fotokatalis untuk sistem penjernih air limbah sangatlah penting dilakukan dengan metode yang sederhana dan relatif murah. Penelitian pengolahan air limbah oleh Chang, telah dilakukan dengan melewatkan air limbah di dalam media kaca yang dilapisi dengan TiO2 serta diberi paparan cahaya UV dapat membunuh 100% bakteri yang terkandung dalam air limbah tersebut. Penelitian lain dengan sistem penjernih menggunakan cahaya UV dengan panjang gelombang 254 nm telah dapat menghilangkan 99,99% bakteri patogen dan 99,99% virus.
(Arutanti Osi dkk, 2009)
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Tempat dan Waktu
Percobaan kali ini dilaksanakan di Gedung C, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, sedangkan waktu pelaksanaannya berlangsung pada hari Sabtu tanggal 16 April 2011.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sebagai berikut :
1. 1 buah Hot plate
2. 1 buah kain putih
3. 2 buah penangas/ panci
4. 1 tali raffia serta
5. 1 buah pH meter
6. 1 buah DO meter
7. 1 buah TDS
Sedangkan bahan yang digunakan dalam percobaan adalah
1. 10 liter air waduk
2. Arang tempurung kelapa secukupnya,
C. Metode Percobaan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam percobaan ini, praktikan mempergunakan metode eksperimen dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Metode eksperimen
Praktikan melakukan percobaan dengan mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu sehingga diperoleh suatu kebenaran atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, serta menarik kesimpulan dari proses yang dilakukan.
2. Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis menggunakan dan mempelajari buku-buku dan literatur (text book) yang berhubungan dengan percobaan yang akan dilakukan, sehingga akan diperoleh data yang akurat dari berbagai sumber maupun tokoh pengarang.
3. Internet
Karena semakin majunya teknologi berbasis internet yang mempermudah penggunanya, praktikan mencari materi yang berhubungan dengan percobaan yang dilakukan melalui situs di internet sehingga bahan materi yang diperoleh akan semakin sempurna.
D. Cara Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Air waduk ditempatkan kedalam 2 buah penangas kemudian diukur parameter kualitas airnya dengan menggunakan :
a.pH meter : mengukur kadar pH dalam air
b.DO meter : mengukur kadar oksigen yang terlarut dalam air
c.TDS : mengukur jumlah partikel zat terlarut, beserta suhunya.
3. Arang tempurung kelapa dibungkus dengan kain putih dengan diikat menggunakan raffia, setelah itu dimasukkan kedalam penangas 1. Sedangkan pada penangas 2 tidak dimasukkan arang.
4. Penangas 1 yang berisi bahan-bahan dipanaskan menggunakan hot plate selama kuranglebih 30 menit.
5. Setelah 30 menit, arang yang dibungkus kain putih diangkat.
6. Didinginkan beberapa saat kemudian dilakukan pengukuran parameternya kembali yaitu suhu, pH, DO dan TDS.
7. Sementara itu penangas 2 yang hanya berisi air waduk dipanaskan, setelah 30 menit dan didinginkan kemudian juga dilakukan pengukuran parameternya.
8. Dibandingkan antara data yang diperoleh antara penangas 1 dan penangas 2.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
No Perlakuan Ph DO
(ppm) Jumlah Partikel Zat Terlarut (ppm) Suhu
( C)
Sebelum Dipanaskan
Panci 1
Panci 2
8,01
8,02
13,75
14,03
60,3
61
29
29
Setelah Dipanaskan
Panci 1
Panci 2
9,99
8,76
129,3
159,5
116
76
38
44
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini tujuannya adalah untuk mengetahui cara-cara penjrnihan air. Dalam praktikum dengan menggunakan metode yang berbeda ini parameter yang diukur adalah:
1. Ph
2. DO
3. Jumlah partikel terlarut
4. Suhu
Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.Air bersih disini kita kategorikan hanya untuk yang layak dikonsumsi, bukan layak untuk digunakan sebagai penunjang aktifitas seperti untuk MCK.Karena standar air yang digunakan untuk konsumsi jelas lebih tinggi dari pada untuk keperluan selain dikonsumsi.
Air bersih itu pengertiannya air yang memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk treatmen air sanitasi.Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia, fisika dan biologis. Pengertian Air Bersih:
1. Secara Umum: Air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi manusia.
2. Secara Fisik : Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
3. Secara Kimia:
a. PH netral (bukan asam/basa)
b. Tidak mengandung racun dan logam berat berbahaya.
c. Parameter-parameter seperti BOD, COD,DO, TS,TSS dan konductiviti memenuhi aturan pemerintah setempat.
Syarat-syarat air yang layak untuk konsumsi adalah:
1. Syarat fisik, antara lain:
a. Air harus bersih dan tidak keruh
b. Tidak berwarna apapun
c. Tidak berasa apapun
d. Tidak berbau apaun
e. Suhu antara 10-25 C (sejuk)
f. Tidak meninggalkan endapan
2. Syarat kimiawi, antara lain:
a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun
b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan
c. Cukup yodium
d. pH air antara 6,5 – 9,2
3. Syarat mikrobiologi adalah tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.
Parameter Air Bersih secara Biologi
1. Bakteri
2. Binatang
3. Tumbuh-tumbuhan
4. Protista
5. Virus
Parameter Air Bersih secara Radiologi
1. Konduktivitas atau daya hantar
2. Pesistivitas
3. PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)
Dengan standar tersebut maka air konsumsi yang kita gunakan akan aman bagi kesehatan kita, karena itu jadilah manusia yang selektif demi kesehatan dan juga keberlangsungan kita. Semoga Seperti kita ketahui jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai dengan standar tersebut maka yang terjadi adalah akan menentukan besar kecilnya investasi dalam pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih. Dalam penyediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:
a. Aman dan higienis.
b. Baik dan layak minum.
c. Tersedia dalam jumlah yang cukup.
d. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat
Parameter yang ada digunakan untuk metode dalam proses perlakuan, operasi dan biaya. Parameter air yang penting ialah parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis yaitu sebagai berikut:
Parameter Air Bersih secara Fisika
1. Kekeruhan
2. Warna
3. Rasa & bau
4. Endapan
5. Temperatur
Parameter Air Bersih secara Kimia
1. Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol, protein, deterjen, dll.
2. Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH, fosfor,belerang, bahan-bahan beracun.
Metode yang kami gunakan adalah penjernihan air menggunakan arang. Sebelum melaksanakan praktikum praktikan mempesiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Air yang kami gunakan adalah air waduk.. Digunakan dua panci untuk membuat perbandingan hasil. Panci pertama menggunakan arang ketika direbus sedangkan panci kedua tidak menggunakan arang, hanya direbus saja. Lama perebusan adalah sekitar tiga puluh menit.Sebelumnya masing-masing panci yang berisi air waduk di ukur terlebih dahulu Ph,DO,suhu dan jumlah partikel terlarut. Pengukuran diulangi sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil yang valid. Hasil rata-ratanya adalah:
Panci I :
Ph : 8,01
DO : 13,75 ppm
Suhu : 29 C
Partikel terlarut : 60,3 ppm
Panci II
Ph : 8,02
DO :14,03 ppm
Suhu : 29 C
Partikel terlarut : 61ppm
Selanjutnya arang batok kelapa dibungkus dengan kain putih dan di ikat dengan tali kenur. Arang yang telah dibungkus ini dimasukkan ke dalam salah satu panci. Penggunaan arang batok kelapa dimaksudkan untuk mengikat bau dan warna dari air waduk yang dijernihkan. Setelah dibungkus, arang dimasukkan ke dalam panci dan direbus. Selama air dipanaskan arang batok akan bekerja menyerap zat-zat yang mengotori air, juga menyerap bau serta warna sehingga menghasilkan air jernih yang siap diminum. Namun setelah direbus, air hasil perebusan justru berwarna kehitamhitaman, karena arang batok kelapa yang digunakan tidak dicuci terlebih dahulu. Seharusnya arang batok kelapa yang digunakan dicuci terlebih dahulu, agar karbon-karbon tidak stabli pada arang batok kelapa ikut terlarut dalam air, dan tidak mempengaruhi air hasil rebusan.
Setelah direbus selama tiga puluh menit, air hasil rebusan panci I didinginkan untuk diukur Ph, DO, jumlah partikel terlarut, dan suhu. Pengukuran diulangi sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil yang valid.Hasil rata-ratanya adalah:
Ph : 9,99
DO : 129,3 ppm
Suhu : 38 C
Partikel terlarut : 116 ppm
Hasil yang diperoleh antara sebelum direbus dengan setelah direbus memiliki perbedaan, karena dipengaruhi penggunaan arang dan perebusan. Air yang telah direbus mempunyai Ph yang lebih basa karena arang yang digunakan bersifat basa. Kadar O2 terlarut lebih tinggi dari air semula karena air yang telah direbus
Panci II yang tanpa arang juga direbus selama tiga puluh menit. Namun, panci II tidak menggunakan arang. Hal ini bertujuan untuk membandingkan antara hasil penjernihan menggunakan arang dan tidak menggunakan arang. Setelah tiga puluh menit, panci II di dinginkan sebentar, karena proses pengukuran Ph, DO, suhu, dan partikel terlarut hasil rebusan akan berbeda jika hasil rebusan dalam keadaan panas. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, agar hasilnya valid. Hasil rata-ratanya adalah :
Ph : 8,76
DO :159,5 ppm
Suhu :44 C
Partikel terlarut : 76 ppm
Terlihat perbedaan antara penjernihan air menggunakan arang dan tanpa arang. Ph air hasil perebusan menggunakan arang jauh lebih basa, karena sifat arang yang basa mempengaruhi hasil penjernihan. Ph air waduk memang dari awal praktikum sudah bersifat basa dan tidak jauh berbeda dengan air waduk hasil perebusan. Hal ini dikarenakan, arang sekam memang hanya berpengaruh terhadap bau,warna dan zat pengotor. Kandungan O2 terlarut dalam penjernihan air menggunakan arang lebih rendah daripada metode tanpa arang. Seharusnya, air waduk hasil penjernihan menggunakan arang memiliki kadar O2 terlarut yang lebih tinggi, karena sifat arang yang dapat mengikat/mengurangi kadar CO2/gas-gas berbahaya terlarut, sehinnga kadar O2 terlarut tinggi.
Hasil praktikum berbeda dengan literature, karena penggunaan arang yang belum melewati proses pencucian, dan mengakibatkan karbon-karbon yang tidak stabil masih tertinggal di air hasil penjernihan. Penggunaan alat yang tidak benar, juga dapat mempengaruhi ahail percobaan. Suhu air hasil pejernihan menggunakan arang lebih rendah daripada tanpa arang karena pengukuran air hasil penjernihan tanpa rang tidak didinginkan segara sempurna, atau dengan kata lain masih panas. Partikel zat terlarut yang terkandung dalam air hasil penjernihan menggunakan arang jauh lebih tinggi daripada air hasil penjernihan tanpa arang. Hal ini dikarenakan, seperti yang dijelaskan diatas, bahwa arang yang digunakan belum dicuci, sehingga karbon-karbon yang tidak stabil yang merupakan pengotor masih berada di dalam air. Jika ditinjau dari parameter yang diukur, seharusnya air dengan metode arang lebih baik hasilnya daripada tanpa arang, karena arang bersifat mengikat bau, warna, dan zat pengotor. Tetapi karena prosedur yang dilakukan kurang benar, maka air hasil penjernihan menggunakan arang tidak lebih baik dari metode tanpa arang.
Air hasil penjernihan pada praktikum kali ini tidak memenuhi standar air bersih. Air dapat dikatakan bersih jika memiliki kadar Ph yang netral, sedangkan air hasil penjernihan pada praktikum memiliki Ph basa. Air hasil penjernihan memiliki warna yang kehitam-hitaman(dengan arang) dan keruh/sama seperti warna asal(tanpa arang). Sedangkan, air dapat dikatakan layak minum jika air tersebut tidak memiliki warna/jernih. Suhu air hasil penjernihan juga tidak sama dengan syarat air bersih, karena memiliki suhu di atas 35 C, sedangkan syarat suhu air bersih adalah sekitar 25 C. Air bersih juga tidak boleh mengandung zat-zat berbahaya seperti CO(karbon tidak stabil). Sedangkan air hasil penjernihan dengan arang masih terkandung partikel-partikel terlarut seperti karbon-karbon tidak stabil.
Metode penjernihan air menggunakan arang juga kurang baik, karena air waduk yang digunakan kurang memenuhi standar air layak minum, sehingga jika ingin mendapatkan air layak minum diperlukan metode lanjutan yang lebih baik.
Jadi, parameter air hasil penjernihan dengan arang dan tanpa menggunakan arang memiliki perbedaan dengan literature(standar air bersih) karena :
1. Arang batok kelapa yang digunakan tidak dicuci terlebih dahulu, sehingga karbon yang tidak stabil dapat mengotori air dan berpengaruh terhadap praktikum.
2. Prosedur yang digunakan kurang benar sehingga hasil kurang maksimal.
3. Penggunaan alat yang kurang benar ketika pengecekan.
4. Metode penjernihan memakai arang dan tidak (hanya direbus) kurang baik, sehingga memerlukan proses lebih lanjut
BAB V
KESIMPULAN
1. Air waduk Lalung, Karanganyar tidak memenuhi standar air bersih karena warnanya keruh, memiliki ph basa, dan kadar O2 terlarut rendah.
2. Metode penjernihan air dengan arang bertujuan untuk menghilangkan bau, warna, dan zat pengotor, karena arang dapat mengikat warna, bau, dan zat pengotor.
3. a. Hasil penjernihan menggunakan arang (Panci I) diperoleh:
Ph : 9,99
DO : 129,3 ppm
Suhu : 38 C
Partikel terlarut : 116 ppm
b. Sedangkan yang hanya direbus (Panci II) :
Ph : 8,76
DO :159,5 ppm
Suhu :44 C
Partikel terlarut : 76 ppm
4. Air hasil penjernihan dengan arang dan tidak menggunakan arang mempunyai perbedaan karena pengaruh dari arang sendiri yang dapat mengikat warna, bau, zat pengotor. Namun, dalam praktikum ini air hasil penjernihan dengan arang tidak lebih baik dari yang hanya direbus saja karena prosedur yang salah seperti arang yang seharusnya dicuci, tapi tidak dicuci.
5. Hasil metode penjernihan pada praktikum tidak memenuhi standar air bersih karena:
a. Arang batok kelapa yang digunakan tidak dicuci terlebih dahulu, sehingga karbon yang tidak stabil dapat mengotori air dan berpengaruh terhadap praktikum.
b. Prosedur yang digunakan kurang benar sehingga hasil kurang maksimal.
c. Penggunaan alat yang kurang benar ketika pengecekan.
d. Metode penjernihan memakai arang dan tidak (hanya direbus) kurang baik, sehingga memerlukan proses lebih lanjut.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/air bersih. 20 Mei 2010.
Anonim. 2010. http://one.indoskripsi.com/node/. 20 Mei 2010.
Djajaningrat, Surna T. dan Harry Harsono Amir. 1993. Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencernaan Air, Tanah, dan Udara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Denslow, A Sheri. 2010. Improvements to Water Purification And Sanitation Infrastructure. Jurnal Internasional Health and Human Right.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: Penerbit Kanisius.
Goncharuk, V V . 2010. The Use of Redox Potential in Water Treatment Proseses. Jurnal International Water Chemistry and Technologi.
M. Aryanti. 2009. Penjernihan Air Sungai sefLahan Gambut Menggunakan Karbon Aktif Gambut. Jakarta : Universitas Indonesia press.
Osi Arutanti, Mikrajuddin Abdullah, Khairurrijal, dan Hernawan Mahfudz. 2009. Penjernihan Air Dari Pencemar Organik dengan Proses Fotokatalis pada Permukaan Titanium Dioksida (TiO2) . Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880.
Prabakhar, A. 2008. The Effect of Water Purification System on Fluride Content of Drinking Water. Jurnal internasional India Soc Pedod Prevent Dent.
Subiyanto, Haruno, dkk. 2009. Pelapisan Nanomaterial TiO2 Fase Anatase pada Nilon Menggunakan Bahan Perekat Aica Aibon dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis. Jurnal nanosains dan Nanoteknologi Edisi khusus, ISSN 1979-088V
Sunarto. 2009. Petunjuk Praktikum Ilmu Pengetahuan Lingkungan. Surakarta: Laboratorium Biologi.
Winarno, F.G. 1986. Air Untuk Industri Pangan. Jakarta: PT Gramedia.
Widiyanti, Ni Luh Putu, Ni Putu Ristiati. 2004. Analisis Kualitatif Air. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.3 No. 1, April 2004:63-74.
Yusuf, Guntur. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari Vol. 8 No. 2 : 136-144.
Tuesday, April 3, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
thanks infonya gan..
ReplyDeletebtw, punten gan mo ngasih info menarik, barangkali ada yang mau alat PENJERNIH AIR GRATIS, silahkan berkunjung ke blog ane ini: http://www.blog.farisagency.com/barang-unik-gratis-water-purifier-bio-energy/, kebetulan lagi ada promo, makasih gan :)
Bacot qimak
Delete