Showing posts with label Biologi Umum. Show all posts
Showing posts with label Biologi Umum. Show all posts

Saturday, November 9, 2024

Sejarah Nutrisi: Malnutrisi, Infeksi, dan Imunitas

  • Judul Jurnal: The History of Nutrition: Malnutrition, Infection, and Immunity
  • Penulis: Gerald T. Keusch
  • Tahun Terbit: 2003
  • Penerbit: The Journal of Nutrition, American Society for Nutritional Sciences

Rangkuman

Artikel ini membahas hubungan antara gizi, malnutrisi, dan imunitas dalam konteks sejarah, terutama bagaimana pemahaman tentang interaksi nutrisi dengan sistem imun berkembang sejak abad ke-20. Hubungan antara status gizi dan sistem imun telah lama menjadi perhatian, terutama karena keterkaitan antara malnutrisi dan peningkatan risiko infeksi. Artikel ini menguraikan bagaimana pemahaman ini berkembang melalui enam tahap sejarah, dengan dampak besar dari peran ahli gizi, khususnya Nevin Scrimshaw.

  1. Tahap Awal (Pra-1959)
    Pada periode ini, pemahaman tentang hubungan antara gizi dan imunitas masih minim. Beberapa peneliti, seperti Nevin Scrimshaw, mulai melakukan studi epidemiologi untuk melihat keterkaitan antara penyakit infeksi dan malnutrisi. Namun, pengetahuan tentang sistem imun saat itu masih terbatas, dengan fokus utama pada antibodi tanpa pemahaman yang memadai tentang sel-sel imun lainnya.

  2. Masa Pencerahan (1959–1968)
    Periode ini ditandai dengan publikasi penting oleh Scrimshaw dan rekannya, yang mengemukakan siklus antara malnutrisi dan infeksi. Mereka menunjukkan bahwa malnutrisi meningkatkan risiko infeksi dan sebaliknya, infeksi memperburuk kondisi malnutrisi. Hal ini membuat infeksi dan kekurangan gizi menjadi suatu siklus yang merusak, yang dapat menyebabkan kematian jika tidak diintervensi.

  3. Reformasi Sistem Imunitas (1970–1980)
    Pada dekade ini, semakin banyak alat dan metode yang digunakan untuk mempelajari sistem imun manusia. Penelitian mulai mengidentifikasi bahwa malnutrisi memengaruhi respons imun tubuh, termasuk produksi antibodi dan respons imun seluler. Penelitian menunjukkan bahwa kekurangan protein energi dan zat gizi mikro penting, seperti vitamin dan mineral, berdampak negatif pada fungsi imun.

  4. Periode Rekonstruksi (1980–1990)
    Pada dekade ini, ilmuwan berhasil mengidentifikasi lebih banyak jenis sitokin, molekul penting dalam pengaturan respons imun. Penemuan sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF) membantu menjelaskan bagaimana tubuh merespons infeksi dan mengapa malnutrisi memperlemah daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ini juga memperkuat pemahaman bahwa respons imun dan metabolisme saling terkait erat.

  5. Era Modern (1990–2000)
    Di periode ini, kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A, zat besi, dan seng semakin diakui sebagai faktor yang berpengaruh besar dalam respons tubuh terhadap infeksi. Studi besar tentang suplemen vitamin A menunjukkan penurunan signifikan dalam angka kematian anak di berbagai negara. Temuan ini memperkuat pentingnya zat gizi mikro dalam mendukung daya tahan tubuh terhadap infeksi.

  6. Era Milenium (2000 dan Seterusnya)
    Pada era ini, penelitian tentang nutrisi dan imunitas menjadi semakin canggih dengan munculnya teknologi seperti microarray dan pengembangan genom manusia. Teknologi ini memungkinkan analisis mendalam tentang pengaruh nutrisi pada ekspresi gen dan regulasi sistem imun. Para ilmuwan berharap, dengan penemuan-penemuan ini, mereka dapat mengembangkan strategi nutrisi yang lebih spesifik untuk mendukung imunitas dan mencegah penyakit.

Artikel ini menggarisbawahi bahwa penelitian di bidang nutrisi dan imunologi terus berkembang, dengan potensi besar untuk menemukan cara-cara baru dalam mencegah penyakit melalui perbaikan gizi. Para peneliti melihat pentingnya kolaborasi antara ahli gizi dan imunologi dalam memahami lebih dalam mekanisme hubungan antara nutrisi, infeksi, dan kekebalan tubuh.

Friday, November 8, 2024

Sistem Pencernaan Cacing Tanah dan Perannya dalam Ekosistem

Cacing tanah (Lumbricus terrestris) merupakan hewan invertebrata yang sangat penting dalam menjaga kesuburan tanah. Salah satu keistimewaan cacing tanah terletak pada sistem pencernaannya, yang meski sederhana, namun sangat efisien dalam mencerna bahan organik. Sistem pencernaan cacing tanah memungkinkan hewan ini menguraikan bahan organik yang ditemukan di tanah dan mengubahnya menjadi nutrisi yang berguna bagi lingkungan. Berikut adalah tahapan sistem pencernaan cacing tanah dan peran pentingnya dalam ekosistem.


1. Mulut (Mouth)

  • Sistem pencernaan cacing tanah dimulai dari mulut yang terletak di ujung tubuh. Mulut ini digunakan untuk mengambil makanan berupa tanah dan materi organik. Melalui mulut, cacing tanah mengonsumsi partikel tanah, mikroorganisme, dan bahan organik seperti sisa tumbuhan yang terurai.
  • Setelah makanan masuk ke mulut, cacing akan menggerakkannya ke faring melalui kontraksi otot. Ini adalah langkah awal sistem pencernaan cacing tanah yang sederhana namun efektif.

2. Faring (Pharynx)

  • Dari mulut, makanan yang sudah masuk dibawa ke faring. Faring berfungsi sebagai pompa yang membantu cacing tanah menelan makanan dengan gerakan kontraksi.
  • Di faring, lendir disekresikan untuk mempermudah gerakan makanan. Faring juga menciptakan tekanan yang mendorong makanan untuk bergerak lebih jauh ke dalam sistem pencernaan cacing tanah.

3. Esofagus (Esophagus)

  • Makanan dari faring selanjutnya masuk ke esofagus, yaitu saluran yang menghubungkan faring dengan tembolok (crop). Di sini, gerakan peristaltik mendorong makanan ke tembolok.
  • Di bagian ini, sistem pencernaan cacing tanah menyerap mineral seperti kalsium untuk menetralkan pH makanan sebelum mencapai organ berikutnya.

4. Tembolok (Crop)

  • Tembolok merupakan tempat penyimpanan sementara di dalam sistem pencernaan cacing tanah. Di sini, makanan akan disimpan dan dilunakkan sebelum dipecah lebih lanjut.
  • Tembolok memungkinkan cacing tanah untuk menyimpan sejumlah besar makanan sekaligus, sehingga dapat mencerna bahan organik dengan lebih efisien.

5. Ampela (Gizzard)

  • Dari tembolok, makanan akan bergerak ke ampela atau gizzard, organ pencernaan yang berperan penting dalam sistem pencernaan cacing tanah. Di ampela, makanan dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil.
  • Dalam ampela, cacing tanah menelan partikel pasir dan kerikil kecil yang berfungsi untuk menggiling makanan, karena cacing tanah tidak memiliki gigi. Proses ini membantu menghancurkan makanan menjadi bentuk yang lebih halus, sehingga nutrisi dapat diserap lebih mudah di usus.

6. Usus (Intestine)

  • Setelah makanan dihancurkan di ampela, makanan kemudian memasuki usus. Di sini, proses pencernaan dan penyerapan nutrisi utama berlangsung. Usus cacing tanah merupakan bagian terpanjang dalam sistem pencernaan cacing tanah, dan memiliki banyak pembuluh darah yang membantu menyerap nutrisi.
  • Di usus, makanan dipecah oleh enzim-enzim pencernaan. Nutrisi yang dihasilkan kemudian diserap ke dalam pembuluh darah, yang akan mengalirkannya ke seluruh tubuh cacing. Salah satu keunikan usus cacing tanah adalah adanya typhlosole, yaitu lipatan di dalam usus yang memperbesar permukaan usus untuk meningkatkan efisiensi penyerapan.

7. Anus

  • Proses terakhir dalam sistem pencernaan cacing tanah adalah pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak tercerna melalui anus dalam bentuk kotoran yang disebut casting atau "pupur cacing". Casting ini kaya akan nutrisi organik dan mineral yang bermanfaat untuk tanah.
  • Dengan mengeluarkan casting, sistem pencernaan cacing tanah memberikan manfaat besar bagi lingkungan. Pencernaan ini membantu proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan kualitas tanah, sehingga bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.

Peran Sistem Pencernaan Cacing Tanah dalam Ekosistem

Sistem pencernaan cacing tanah tidak hanya membantu cacing tanah bertahan hidup, tetapi juga memberikan manfaat ekologis yang signifikan. Dengan mengonsumsi bahan organik dalam tanah, cacing tanah membantu meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki strukturnya. Pencernaan cacing tanah memungkinkan penguraian bahan organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi, dan membantu aerasi tanah, sehingga memungkinkan akar tanaman tumbuh lebih baik.

Keseluruhan sistem pencernaan cacing tanah menunjukkan adaptasi yang sempurna untuk mendukung kehidupan di bawah tanah. Proses pencernaan cacing tanah yang efisien ini tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga memperkaya ekosistem di sekitarnya. Inilah yang menjadikan cacing tanah sebagai salah satu hewan terpenting dalam menjaga kesehatan tanah.

Friday, June 28, 2024

Komponen Penyusun Saluran Pencernaan Manusia dan Mekanisme Kerjanya

 Saluran pencernaan manusia adalah suatu sistem organ yang kompleks yang berfungsi untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan membuang sisa-sisa makanan yang tidak terpakai. Sekelompok  organ yang bekerja sama untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan membuang sisa makanan yang tidak terpakai. Sistem ini bagaikan pabrik pengolahan makanan yang kompleks, di mana makanan diubah menjadi zat-zat yang dapat digunakan oleh tubuh untuk berbagai fungsi, seperti energi, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan.



Saluran pencernaan ini terdiri dari beberapa organ utama yang tersusun secara berurutan, yaitu:

Mulut

Mulut merupakan pintu masuk pertama makanan ke dalam tubuh. Di sini, makanan dikunyah dan dicampur dengan air liur yang mengandung enzim pencernaan awal. Enzim ini membantu memecah karbohidrat menjadi gula sederhana.

Berikut adalah mekanisme kerja mulut dalam mencerna makanan:

1. Pengunyahan

Gigi: Makanan dipotong dan dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil oleh gigi. Gigi terdiri dari berbagai jenis dengan fungsi yang berbeda-beda. Gigi seri untuk menggigit, gigi taring untuk merobek, dan gigi geraham untuk mengunyah dan menggiling makanan.

Otot rahang: Otot rahang menggerakkan rahang atas dan bawah, memungkinkan gigi untuk mengunyah makanan dengan gerakan mengunyah yang kompleks.

2. Pencampuran dengan Air Liur

Kelenjar ludah: Kelenjar ludah di dalam mulut menghasilkan air liur yang mengandung enzim pencernaan dan pelumas. Enzim pencernaan awal dalam air liur, yaitu amilase, membantu memecah karbohidrat menjadi gula sederhana (maltosa). Pelumas dalam air liur membantu makanan menjadi lebih mudah ditelan dan meluncur melalui kerongkongan.

Pencampuran: Air liur dicampurkan dengan makanan melalui gerakan lidah dan pipi, memastikan bahwa setiap bagian makanan terpapar enzim dan pelumas.

Kerongkongan

Kerongkongan adalah tabung berotot yang menghubungkan mulut dengan lambung. Makanan yang telah dikunyah dan dicampur air liur didorong melalui kerongkongan dengan gerakan peristaltik.

1.Gerakan Peristaltik

Dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang memiliki kemampuan berkontraksi dan berelaksasi. Kontraksi dan relaksasi otot ini secara bergelombang inilah yang disebut dengan gerakan peristaltik.

Gerakan peristaltik pada kerongkongan dimulai dari atas (dekat mulut) dan menjalar ke bawah (menuju lambung). Kontraksi otot di bagian atas mendorong makanan ke bawah, dan relaksasi otot di bagian bawah memungkinkan makanan untuk masuk ke lambung.

2. Saraf Vagus

Gerakan peristaltik kerongkongan dikendalikan oleh saraf vagus, yang merupakan saraf kranial X. Saraf vagus mengirimkan sinyal dari otak ke otot-otot kerongkongan, memicu kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mendorong makanan.

3. Tekanan Intraluminal

Tekanan di dalam kerongkongan (tekanan intraluminal) juga berperan dalam mendorong makanan. Ketika makanan ditelan, tekanan di dalam kerongkongan meningkat, memicu reseptor sensorik di dinding kerongkongan. Sinyal dari reseptor ini dikirim ke saraf vagus, yang kemudian memicu gerakan peristaltik.

Lambung

Lambung adalah organ berotot berbentuk kantong yang berfungsi untuk menampung dan mencerna makanan lebih lanjut. Di dalam lambung, makanan dicampur dengan asam lambung dan enzim pencernaan lainnya, seperti pepsin. Asam lambung membantu membunuh mikroorganisme dan memecah protein, sedangkan enzim pepsin membantu memecah protein menjadi peptida yang lebih kecil.

Usus Halus

Usus halus adalah organ pencernaan terpanjang, dengan panjang sekitar 6 meter. Di sini, sebagian besar nutrisi dari makanan diserap ke dalam aliran darah. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu:

  • Duodenum: Bagian pertama usus halus, di mana empedu dari kantung empedu dan enzim pencernaan dari pankreas dicampurkan dengan makanan. Empedu membantu mencerna lemak, sedangkan enzim pencernaan dari pankreas membantu memecah karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil yang dapat diserap.
  • Jejunum: Bagian kedua usus halus, di mana sebagian besar penyerapan nutrisi terjadi. Dinding jejunum memiliki banyak tonjolan kecil yang disebut vili, yang meningkatkan luas permukaan untuk penyerapan.
  • Ileum: Bagian terakhir usus halus, di mana air dan mineral yang tersisa diserap.

Usus Besar

Usus besar adalah organ berotot yang berfungsi untuk menyerap air dan elektrolit dari sisa makanan dan membentuk feses. Usus besar terdiri dari tiga bagian, yaitu:

  • Sekum: Kantung kecil yang terletak di ujung kanan bawah usus besar. Di sini, sisa makanan yang tidak tercerna dicampur dengan bakteri usus.
  • Kolon: Bagian terpanjang dari usus besar, di mana air dan elektrolit diserap dari sisa makanan.
  • Rektum: Bagian terakhir usus besar yang menampung feses sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui anus.

Anus

Anus adalah lubang di ujung bawah saluran pencernaan yang berfungsi untuk mengeluarkan feses dari tubuh. Anus dikendalikan oleh otot sfingter yang dapat dibuka dan ditutup.

Organ Pendukung Pencernaan

Selain organ-organ utama yang disebutkan di atas, ada beberapa organ lain yang mendukung fungsi pencernaan, yaitu:

  • Hati: Menghasilkan empedu yang membantu mencerna lemak.
  • Pankreas: Menghasilkan enzim pencernaan yang membantu memecah karbohidrat, protein, dan lemak.
  • Kantung empedu: Menyimpan empedu yang dihasilkan oleh hati.

Thursday, April 20, 2017

Evolusi Tumbuhan

            Studi tentang tumbuhan, telah semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, mulai dari penampakan mikroskop elektron meristem apikal hingga mempelajari evolusi di tingkat molekuler. Kemajuan ini mendorong penelitian bukan hanya mengenai fase perpindahan tanaman air ke darat tapi juga mengenai bagaimana organ tumbuhan terbentuk. Informasi mengenai genetika dan ontogeni awal sebagian besar telah diteliti oleh paleobotanists dan semakin berkembang. Adanya perkembangan di bidang genetika sangat membantu pemahaman bagaimana proses terjadinya evolusi.
Asal muasal tumbuhan darat adalah peristiwa evolusi besar dalam sejarah bumi, secara dramatis mengubah siklus geokimia dan lintasan evolusi taksa lainnya, seperti metazoans. Sebelum kolonisasi oleh Embryophytes (tumbuhan darat), lingkungan terestrial itu rentan terhadap erosi didominasi oleh cyanobacterial dan mungkin jamur dan lumut. Munculnya Embryophytes diduga pada masa pertengahan Ordovican mendorong pembentukan tanah yang semakin menunjang kehidupan tumbuhan darat. Pada saat ini sebagian besar organ dan jaringan tanaman yang masih ada (pembuluh darah, akar, daun, biji, kayu, pertumbuhan sekunder) telah berevolusi. Evolusi akar telah dikaitkan dengan peningkatan pelapukan batuan Ca-Mg yang mengarah ke penurunanCO2 di atmosfer. Evolusi kayu dan pertumbuhan sekunder mengakibatkan ekosistem dengan kanopi berlapis termasuk pohon-pohon besar dan ekosistem yang kompleks. Dengan demikian, evolusi dari tanaman darat memiliki dampak yang besar pada lingkungan global.
Awal mula tumbuhan darat dikarenakan adanya tumbuhan air yang disebut alga hijau. Bukti adanya tumbuhan tertua ini dilihat adanya tumbuhan yang berusia 450 tahun menyerupai tumbuhan lumut saat ini. Selama beberapa tahung berkembangnya tumbuhan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama tumbuhan lumut dan tumbuhan berpembuluh atau paku. Tumbuhan ini telah memiliki jaringan xylem dan floem yang membentuk akar tumbuhan tegak. Tumbuhan paku ini juga menjadi awal dari tumbuhan yang menghasilkan biji, sekarang sudah 90% dari seluruh jenis tumbuhan yang ad merupakan tumbuhan berbiji. Kelompok tumbuhan biji meliputi gymnosepermae atau tumbuhan berbiji terbuka adalah kelompok tumbuhan dimana bijinya tidak dilindungi oleh daun buah, sehingga biji kelihatan langsung seperti kita lihat pada biji tumbuhan hias pakis haji. Sehingga berkembang lagi satu kelompok tumbuhan berbiji tertutup (angiospermae) atau biasa disebut anthophyta (tumbuhan berbunga) dan spermatophyta (tumbuhan berbiji). Tumbuhan berbiji merupakan tingkatan tertinggi karena sudah memilki akar, batang dan daun sejati untuk menunjang hidup di daratan. Serta bunga sebagai alat kelamin yang berwarna-warni. Evolusi tumbuhan berbiji dimulai pada tahun 125 juta tahun silam dengan ditandai dengan tumbuhan berbunga



A.  Asal Tumbuhan Darat adalah Alga
Analisis filogenetik menunjukkan Coleochaetales lebih jauh kekerabatannya dari tanaman darat daripada Charales. Mereka diakui sebagai keturunan terakhir sebelum munculnya tanaman darat. Tahap awal perkembangan Charales melibatkan formasi filamen protonemal yang ditemukan di beberapa lumut dan tanaman darat lainnya. Munculnya tanaman darat dari air  berasal dari bukti fosil, selama pertengahan Ordovician dan awal Silurian (480-430.000.000 tahun yang lalu). Bersama dengan diversifikasi tanaman, ekosistem lingkungan darat berubah sampai dengan saat ini.
Jalur metabolik penting yang mengarah ke lignin, flavonoid, cutins dan hormon tanaman di tanaman terestrial mungkin timbul dari ganggang Charophycean. Misalnya, plasenta Coleochaetes berisi materi yang mirip dengan lignin, zat umumnya tidak ada pada ganggang hijau, dan dinding zigot
meliputi sporopollenin. Kehadiran
lignin dalam alga diduga menyebabkan resisten terhadap serangan mikroba, mendahului perannya sebagai komponen dinding sel struktural. Ide monophyly tanaman tanah didukung oleh analisis data morfologi yang berasal dari fosil.

Gambar 1. Perkembangan utama dan komposisi lignin dalam evolusi tanaman darat. Empat peristiwa besar yang diwakili dengan panah hitam. Garis berwarna menekankan pengembangan tracheids (hijau) dan pengembangan pembuluh (biru). H, G dan S untuk hidroksifenil, guaiacyl dan lignin syringyl

B.     Perkembangan Tumbuhan Darat
Klasifikasi tumbuhan darat dibagi menjadi beberapa kelompok, terutama berdasarkan anatominya. Evolusi jenis spora baru, adanya akar, batang, daun, dan jaringan pembuluh dianggap cukup memadai untuk membedakan tumbuhan. Secara umum, dunia tumbuhan dibagi menjadi tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) dan tidak berpembuluh (Thallophyta) kemudian tumbuhan berpembuluh dibagi lagi menjadi dua yaitu pertama tumbuhan yang alat reproduksinya tersembunya misalnya paku dan kedua tumbuhan berbiji spermatophyte. Tumbuhan berbiji dibagi lagi menjadi angiospermae (biji tertutup) dan gymnospermae (biji terbuka). Angiospermae merupakan kelompok tumbuhan yang paling akhir muncul dan kini membentuk bagian utama dari vegetasi alam dan dibudidayakan di bumi.
Pada tumbuhan berbiji, biji menggantikan spora sebagai cara utama penyebaran keturunan. Pada briofita dan tumbuhan vaskulet tak berbiji, spora yang dihasilkan olrh sporofit merupakan tahapan resisten dalam siklus hidup, yang dapat bertahan pada lingkungan yang tidak menguntungkan. Dan karena ukurannya yang sangat kecil, spora dapat tersebar dalam keadaan dorman ke suatu daerah baru, tempat spora akan berkecambah menjadi gametofit lumut baru jika lingkungan cukup memungkinkan bagi spora mengakhiri keadaan dorman tersebut.
Biji menunjukkan penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda untuk derajat bertahan dalam lingkungan yang tidak menguntungkan dan untuk menyebarkan keturunan. Biji terdiri dari embrio sporofit yang terbungkus bersama dengan cadangan makanan di dalam lapisan pelindung. Gametofit yang tereduksi pada tumbuhan berbiji berkembang dalam jaringan sporofit parental. Hal ini terjadi karena sporofit induk menyimpan spora di dalam sporangia. Semua tumbuhan berbiji adalah heterospora, yang berarti memiliki dua jenis sporangia yang berbeda, yang menghasilkan dua jenis spora: megasporangia yang menghasilkan megaspora dan menjadi gametofit betina (mengandung sel telur); dan mikrosporangia yang menghasilkan mikrospora, yang akan menjadi gametofit jantan (mengandung sperma).
Evolusi biji dikaitkan dengan megasporangium. Pada tumbuhan berbiji, megasporangium bukanlah suatu ruangan, akan tetapi sebaliknya merupakan struktur berdaging padat yang disebut nusellus. Perbedaan lain dengan tumbuhan tak berbiji adalah bahwa lapisan tambahan jaringan sporofit, yang disebut integumen, membungkus megasporangium tumbuhan berbiji. Keseluruhan struktur tersebut–integumen, megasoprangium (nusellus) dan megaspora disebut ovul atau bakal biji.
Serbuk sari (polen) menjadi pembawa sel-sel sperma pada tumbuhan berbiji. Mikrospora pada tumbuhan berbiji berkembang menjadi butiran serbuk sari, yang jika matang menjadi gametofit jantan tumbuhan berbiji. Butiran serbuk sari, yang dilindungi oleh lapisan keras yang mengandung sporopollenin, dapat dibawa oleh angin atau hewan setelah dilepaskan dari mikrosporangium. Jika suatu butiran serbuk sari atau gametofit jantan, jatuh di sekitar bakal biji, serbuk sari akan memanjangkan pipanya, yang akan melepaskan satu atau lebih sperma ke dalam gametofit betina di dalam bakal biji tersebut.
GIMNOSPERMAE
Gimnospermae berarti tumbuhan tesebut memiliki struktur biji telanjang atau biji terbuka tidak memiliki ruangan pembungkus atau ovarium tempat biji angiospermaee berkembang. Di antara dua kelompok tumbuhan berbiji, Gimnospermae terlihat dalam catatan fosil jauh lebih awal dibandingkan angiospermae. Gimnospermae kemungkinan merupakan keturunan dari proGimnospermae, suatu kelompok tumbuhan masa Devon. Progimnsoperma pada mulanya adalah tumbuhan tak berbiji, akan tetapi pada akhir masa Devon, biji telah dievolusikan. Radiasi adaptif selama Karboniferus dan awal Premium menghasilkan berbagai divisi Gimnospermae.
Tumbuhan Gimnospermae memiliki empat divisi, yaitu Cycadophyta, Ginkophyta, Gnetophyta dan Coniferophyta. Sikad, (divisi Cycadophyta) menyerupai palem, namun bukan palem sejati, yang merupakan tumbuhan berbunga. Karena merupakan Gimnospermae, sikad, memiliki biji terbuka yang terdapat dalam sporofit, yaitu daun yang terspesialisasi untuk reproduksi. Evolusi biji dikaitkan dengan megasporangium di mana pada tumbuhan berbiji bukanlah suatu ruangan, akan tetapi sebaliknya merupakan struktur berdaging padat yang disebut nusellus. Pada tumbuhan berbiji, keseluruhan struktur integumen, megasporangium, dan megaspore membentuk ovul yang disebut bakal biji. Di dalam bakal biji tersebut, gametofit betina berkembang di dalam dinding megaspore dan disuplai makanan oleh nusellus. Jika tejadi pembuahan, maka zigot akan berkembang menjadi embrio sporofit dan disebut biji. Ketika biji lepas dari integument, biji dapat dorman sampai pada kondisi yang memungkinkan biji berkecambah. Contoh tanaman divisi Cycadophyta adalah Cycas revoluta.
Ginkgo biloba adalah satu-satunya spesies yang masih hidup dari divisi Ginkgophyta. Tumbuhan ini memiliki daun seperti kipas yang warnanya berubah keemasan dan rontok pada musim gugur, suatu sifat yang tidak umum bagi Gimnospermae. Divisi Gnetophyta terdiri atas tiga genus yang kemungkinan tidak berkerabat dekat satu sama lain. Satu diantaranya, Welrwitschia. Tumbuhan dari genus kedua, Gnetum, tumbuh di daerah tropis sebagai tumbuhan merambat dan Ephedra (teh Mormon), genus ketiga Gnetophyta. Siklus hidup pinus menunjukkan adaptasi reproduktif kunci pada tumbuhan berbiji. Evolusi tumbuhan berbiji menambahkan tiga adaptasi kunci kehidupan darat dalam reproduksi; peningkatan dormansi generasi sporofit; adanya biji sebagai tahapan dalam siklus hidup yang resisten dan dapat disebarluaskan; dan evolusi serbuk sari sebagai agen yang menyatukan gamet

ANGIOSPERMAE
Angiospermae atau tumbuhan berbunga, sejauh ini merupakan tumbuhan yang paling beraneka ragam dan secara geografis paling tersebar luas. Selama masa evolusi angiospermae, xilem merupakan bagian yang lebih terspesialisasi. Xilem diduga berkembang dari sel-sel trakeid yang pada gymnospermae berperan menghantarkan air. Pada angiospermae, sel trakeid berkembang menjadi sel-sel yang lebih pendek, dan lebih luas yang disebut unsur pembuluh. Unsur pembuluh membentuk saluran yang bersambung yang lebih terspesialisasi. Xilem diperkuat dengan serat (fiber) yang juga berkembang dari trakeid. Trakeid adalah sel yang memanjang dan meruncing yang berfungsi membantu proses mekanis dan pergerakan air ke bagian atas tumbuhan. Pada sebagian besar Angiospermae, sel-sel yang lebih pendek dan lebih luas disebut unsure pembuluh yang berkembang dari trakeid. Xylem Angiospermae diperkuat oleh jenis sel kedua, serat (fiber), yang juga berkembang dari trakeid. Sel-sel serat berkembang pada conifer, akan tetapi unsur pembuluh tidak berkembang. Perbaikan dalam jaringan vaskuler dan perkembangan dalam struktur lainnya sudah pasti memberikan sumbangan Selain spesialisasi xilem, faktor terbesar perkembangan angiospermae adalah evolusi bunga. Bunga memiliki tingkat efisiensi reproduksi yang sangat tinggi pada tumbuhan. Bunga adalah tunas yang mampat dengan empat lingkaran daun yang termodifikasi menjadi kelopak, mahkota, benang sari, dan putik. Kemunculan radiasi tumbuhan berbunga, menyebabkan bentang alam bumi berubah secara dramatis. Nenek moyang angiospermae masih belum dipastikan, tetapi hasil analisis kladistik pada ciri homolog menunjukkan gimnospermae dari divisi Gnetophyta sebagai kerabat paling dekat dengan angiospermae. Fosil tertua angiospermae ditemukan pada batuan awal masa Kretaseus yang berusia sekitar 130 juta tahun.
Bunga  adalah struktur reproduksi Angiospermae. Pembungkusan biji di dalam ovarium merupakan salah satu ciri dan sifat yang membedakan Angiospermae dari Gimnospermae. Putik kemungkinan berkembang dari daun yang mengandung biji yang menggulung membentuk tabung sejumlah Angiospermae memiliki bunga dengan putik tunggal dan sebagian lain memiliki dua atau lebih putik yang menyatu, yang umumnya membentuk ovarium dengan banyak ruangan yang mengandung bakal biji. Buah (fruit) adalah ovarium yang sudah matang. Setelah biji berkembang selepas pembuahan, dinding ovarium menebal. Berbagai modifikasi pada buah membantu menyebarkan biji.  Siklus hidup Angiospermae merupakan versi yang sangat maju dari pergiliran generasi yang umum. Angiospermae bersama dengan semua tumbuhan berbiji. Bunga sporofit menghasilkan mikrospora yang membentuk gametofit jantan dan megaspora membentuk gametofit betina.
C.     DAUN TUMBUHAN BERBIJI
Baik dari segi morfologi dan anatominya, daun merupakan organ yang beragam. Struktur tangkai daun atau tulang daun mirip dengan batang. Cirri penting pada daun adalah pada spermatophyta bahwa, aktivitas meristem daun ditentukan oleh pertumbuhan interkalar dan marginal.  Istilah bagi seluruh daun pada tanaman adalah phllom. Namun dikenal juga istilah daun hijau, katafil, hipsofil dan kotiledon. Daun hijau adalah daun untuk fotositensis dan biasanya berbentuk pipih mendatar sehingga mudah untuk memperoleh sinar matahari dan gas CO2. Katafil adalah sisik dibawah tunas atau batang dibawah tanah berguna untuk pelindung atau tempat cadangan makanan. Daun pertama pada cabang lateral disebut prophyll, pda monokotil hanya ada satu heelai prophyll dan pada dikotil ada dua helai. Hipsofil berupa berbagai jenis brakte yang mengiringi bunga dan sebagai pelindung. Kadang-kadang berwarna cerah serupa mahkota dan kotiledon merupakan daun pertama tumbuh. Daun dibedakan menjadi dua yaitu daun majemuk dan daun tungga, pda daun majemuk terdapat anak daun yang melekat pada                               
Studi baru dalam bidang Ecology Letters menyingkap dimulainya evolusi yang menyebabkan tanaman berbunga primitif mendapatkan keuntungan kompetitif dibanding spesies lainnya, sehingga mereka dapat mendominasi dalam jumlah besar. Studi yang dipimpin Dr. Tim Brodribb (University of Tasmania) dan Dr. Taylor Field (University of Tennessee) ini menggunakan fisiologi tanaman untuk mengetahui bagaimana tanaman bunga, termasuk tanaman pangan mampu mendominasi bumi dengan mengembangkan sistem hidrolis yang lebih efisien, atau ‘saluran pipa daun’, untuk meningkatkan kemampuan fotosintetis. “Tanaman bunga adalah spesies terbesar dan sekelompok tanaman di bumi yang sukses secara ekologi,” kata Brodribb. “Salah satu alasan dominasi ini adalah karena kapasitas fotosintesis daun yang cukup tinggi, tetapi kapan dan bagaimana dimulainya peningkatan kapasitas fotosintesis ini berkembang menjadi suatu misteri.” Menggunakan pengukuran densitas pembuluh vena daun dan dihubungkan dengan model fotosintesis-hidrolis, Brodribb dan Field merekonstruksi evolusi kapasitas hidrolis daun pada tanaman berbiji. Hasil yang didapatkan adalah transformasi evolusi pompa angiosperm daun mendorong kapasitas fotosintesis ke tingkat yang baru. Alasan suksesnya langkah evolusi ini adalah di bawah kondisi atmosfir CO2 yang cukup rendah, seperti saat ini, efisiensi pengangkutan air dan hasil fotosintesis ternyata berhubungan dekat. Karena itu adaptasi yang meningkatkan pengangkutan air akan meningkatkan fotosintesis secara maksimal, menggunakan kekuatan evolusi secara luar biasa untuk memenangkan kompetisi spesies. Evolusi densitas vena daun pada tanaman bunga sekitar 140-100 juta tahun lalu adalah suatu proses yang sangat penting bagi berlanjutnya evolusi tanaman bunga. Langkah ini menyediakan ‘paket stimulus produktivitas zaman Cretaceous’ yang terus menggema di seluruh biosfir dan memungkinkan tanaman ini memainkan peranan fundamental dalam fungsi biologis dan atmosferik di bumi. “Tanpa sistem hidrolis kami perkirakan fotosintesis daun akan dua kali lebih rendah daripada sekarang,” kesimpulan Brodribb. “Sehingga penting diingat bahwa tanpa langkah evolusi ini tanaman tidak akan mempunyai kapasitas fisik untuk menghasilkan produktivitas tinggi yang mendukung biologi dunia moderen dan peradaban manusia.
D.    AKAR TUMBUHAN BERBIJI
Pemetaan filogenetik dari evolusi akar menunjukkan bahwa organ
ini berevolusi setidaknya dua kali: masing-masing dalam Lycophytina dan Euphyllophytina. Anggapan saat ini adalah bahwa awal polysporangiophytes tidak memiliki morfologis yang berbeda antara sistem akar dan tunas. Bentuk sporofit tersebut terdiri dari telomes, sistem aksial yang dichotomi di apeks. Dalam awal perkembangan dengan system telom daun tumbuh pada bagian batang akar berkembang aksial. Jika hal ini terjadi, maka akar di
homolog dengan tunas.
Menurut Suradinata (1998) bahwa fenomena pertama perkembangan awal akar dalam embrio adalah organisasi meristem apeks akar dibawah hipokotil. Setelah biji berkecambah, meristem apeks akar membentuk akar utama. Akar cabang dan akar adventif juga menunjukan karakteristik susunan sel-sel dalam meristem apeks, kurang lebih sama dengan akar utamanya. Meristem apeks yang mempunyai pemula-pemula bersama secara filogenetik adalah primitif. Analisis asal mula pembentukan jaringan akar berdasarkan perbedaan sel pemula apek ada hubungannya dengan pendekatan yang digunakan oleh Hanstein yang memformulasikan teori histogen.

E.     BUNGA TUMBUHAH BERBIJI
Meskipun angiosperma adalah salah satu kelompok terbaru dari tumbuhan darat yang telah berevolusi, masi sedikit informasi mengenai evolusi bunga. Saat ini ada dua hambatan utama untuk rekonstruksi terkait dengan asal-usul dan awal diversifikasi angiosperma. Pertama, catatan makrofosil dari tanaman berbunga telah memberi petunjuk masih ada morfologi bunga angiosperma yang lebih kuno. Setidaknya 10 juta
singa tahun lebih muda dari mikrofosil angiosperma pertama.
Hanya sedikit bukti yang jelas mengenai bunga dari angiosperm pertama. Tambahan kendala untuk mempelajari asal-usul tanaman berbunga berasal dari ketidakpastian tentang identitas lengkap dari kerabat terdekat dari angiosperm.
Teori yang biasa dianut dianggap bahwa bunga adalah homolog dengan pucuk vegetative, dan daun bungan homolog dengan daun hijau. Konsep yang juga dianut, yakni bahwa macam daun yang ditemukan pada paku, gymnospermae, dan angiospermae yang berkembang dari system cabang telah memunculkan dugaan bahwa, dalam satu evolusi parallel antara daun dan bagian bunga, pemisahaan nya muncul sebelum bentuk daun muncul.
Jika dilihat dari fosil yang terekam dalam lapisan-lapisan sedimen di kerak Bumi, fosil tumbuh-tumbuhan tertua tercatat berusia 425 juta tahun, yang ditunjukkan dengan keberadaan fosil  fern, fir, conifer dan beberapa varietas tumbuhan purba yang lain. Sementara di masa 130 juta tahun silam tumbuhan berbunga mulai mewarnai permukaan Bumi. Di antara dua masa itu tidak diketahui secara pasti bagaimana tumbuhan yang lebih tua mampu berevolusi membentuk tumbuhan berbunga. Bapak evolusi Charles Darwin menjumpai fenomena ini sejak abad 19 lalu. Sejak itu berbagai kemungkinan diungkapkan, namun permasalahan ini masih kontroversial hingga sekarang. Di kalangan ilmuwan, fenomena ini dikenal sebagai salah satu misteri Darwin. 
Di tengah berbagai kemungkinan yang ada, sebuah tim geokimia dari Stanford mengungkapkan bahwa tumbuhan berbunga mulai berevolusi sejak 250 juta tahun yang lalu. Artinya jauh-jauh hari sebelum butiran tepung sari pertama tercetak sebagai fosil. Menurut J. Michael Moldowan, profesor peneliti geologi lingkungan Stanford, penelitian mereka mengindikasikan bahwa tumbuhan berbunga pertama mulai muncul di era Permian dalam masa sekitar 290 - 245 juta tahun yang lalu. Kami mendasarkan penelitian ini pada sebuah senyawa organik yang dinamakan oleanane, yang acap ditemukan pada fosil-fosil tumbuhan ", tambah Moldowan. " Ini merupakan langkah maju. Selama ini kerja para palentolog terbatas pada anatomi tumbuhan purba yang tercetak dalam fosil secara detil, bukan pada molekul pembentuk (oleanane) ", kata Bruce Runnegar, profesor palentologi di University California of Los AngelesOleanane merupakan senyawa organik yang diproduksi oleh berbagai macam tumbuhan dan berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap serangan serangga, jamur dan berbagai aktivitas mikroba lainnya. Namun senyawa ini tidak dijumpai pada beberapa tumbuhan seperti pinus.
Moldowan dan koleganya mempelajari sedimen-sedimen berumur Permian yang mengandung sisa-sisa tumbuhan purba yang dikenal sebagai gigantopterids. Dalam lapisan sedimen yang sama pula ditemukan oleanane. Hal ini memperlihatkan bahwa gigantopterids pun memproduksi oleanane, layaknya tumbuhan moderan pada saat ini. Dari sini biolog David W. Taylor dari Indiana University menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan berbunga telah ada jauh lebih awal. Penemuan ini cukup penting karena dalam waktu yang belum lama juga di daratan Cina ditemukan fosil gigantopterids yang lengkap dengan daun dan batangnya, yang sangat mirip jika dibandingkan dengan tumbuhan berbunga modern. Taylor memperkirakan bahwa gigantopterids dan tumbuhan berbunga mulai berevolusi dari tumbuhan yang lebih tua secara bersama-sama semenjak 250 juta tahun yang lalu.



Perkembangan tanaman darat berasal dari alga yang hidup di air. Alga tersebut secara berangsur-angsur membentuk organ yang digunakan untuk menunjang kehidupan di daratan. Selain organ, proses reproduksi juga berubah. Tanaman yang pertama muncul memiliki strukstur sederhana dan berkembang menjadi spora. Seiring perkembangannya, struktur sederhana tersebut menjadi akar, batang, daun dan struktur reproduksi semakin maju. Hingga muncul tumbuhan berbiji terbuka dan tertutup yang memiliki bunga.



DAFTAR PUSTAKA
Bowman, J. L. 2013. Walkabout on the long branches of plant evolution. Current Opinion in Plant Biology, 16:70–77
Boyce, C. Kevin. 2010 The evolution of plant development in a paleontological context. Current Opinion in Plant Biology, 13:102–107
Delauxa, Pierre-Marc, Amrit Kaur N., Catherine M., Nathalie S. D., Christophe D. 2012. Perspectives in Plant Ecology, Evolution and Systematics Perspectives in Plant Ecology. Evolution and Systematics 14 (2012) 49– 59
Mitchell, Cambell Recce. 2003. Biologi. Jakarta: Erlangga
Riedman, W. E. F, Richard C. M., Michael D. P U.. 2012. The Evolution Of Plant Development. American Journal Of Botany 91(10): 1726–1741. 2004
Tjitrsoepomo, Gembong. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatopyta). Yogyakarta: Gadjah Mada University press
Waluyo, Lud. 2010. Miskopensi dan Kontrovensi Evolusi. Malang: UMM Press




Wednesday, November 28, 2012

Parenkim


Merupakan sebuah jaringan yg tdr dr sel-sel hidup, sgt bervariasi scr morfologi maupun fisiologi dan biasanya mmlk btk polihedral, mmlk protoplas hidup. Sel-sel parenkim dpt dijumpai sebagai kelompok sel sejenis pendukung jaringan maupun berasosiasi dg jenis sel lainnya. Jaringan parenkim penyusun organ primer tumbuhan (mesofil daun, kortek dan empulur, bagian-bagian bunga) berdiferensiasi dr meristem dasar. Sel parenkim yg tergabung jar pengangkut primer dan sekunder dibentuk dari prokambium dan vaskular kambium. Parenkim jg dpt berkembang dr felogen dg mbtk feloderm, dmn jumlahnya meningkat dg adanya pertumbuhan sekunder

Isi sel parenkim merefleksikan aktifitas selnya. Pada jaringan yg aktif melakukan fotsin biasanya ditandai dg djumpainya byk kloroplas (=klorenkim). Ciri sel yg aktif berfungsi dlm proses fotosintesis adl memiliki banyak vakuola dan jaringannya mmlk ruang antar sel yg besar. Sedangkan sel parenkim sekretori biasanya memiliki protoplas padat. Sel parenkim dpt pula mengakumulasi berbagai jenis senyawa kimia. Pd biji, sel-sel parenkim penyimpan penyusun endosperm dicirikan dg adanya protein ataupun badan-badan minyak. Sel-sel parenkim penyimpan tepung dijumpai pd tuber kentang . Sel parenkim dpt pula terspesialisasi sbg jar penyimpan air, misalnya pd tumbuhan sukulen yi Agave, Aloe, Sansevieria, Peperomia. Sel-sel tsb biasanya berukuran besar, berdinding tipis, tssn dlm btk barisan, memanjang spt sel palisade, sitoplasmanya padat dg vakuola yg besar mengandung air ataupun substansi berlendir. Unt organ-organ penyimpan yg berada di dlm tnh, biasanya selnya tdk mengandung air, tp mengandung tepung, dpt pula kombinasi diantara keduanya. Dd sel parenkim dpt tebal maupun tipis. Bbrp sel parenkim dpt berdinding tbl maupun tipis.

Tuesday, October 16, 2012

PROSPEK PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER BUKTI BARU DALAM PEMECAHAN PERMASALAHAN TAKSONOMI TUMBUHAN

Oleh :Prof. Drs. Suranto,M.Sc. Ph.D


MIKROSKOP
q Peranan mikroskop dalam taksonomi :mengamati bentuk atau ultra struktur butir-butir pollen.
qTipe mikroskop yang digunakan:
  1. Scanning Electron   Microscopy (SEM)
  2. Transmission Electron   Microscopy (TEM)
  3.  Mikroskop cahaya   (konvensional)
qData taksonomi dari morfologi pollen cukup penting karena mengingat organ generatif tumbuhan ini relatif stabil dalam konsistensi penampakan dibandingkan dengan sifat morfologi tumbuhan yang lain.


KIMIA
qKemotaksonomi digunakan dalam taksonomi karena senyawa-senyawa kimia tumbuhan merupakan sifat empirik yang bernilai, serta dapat digunakan untuk menetapkan identitas suatu tumbuhan (Harborne, 1975).


ELEKTROFORESIS
qMerupakan metode yang paling handal dalam memecahkan permasalahan taksonomi (Harborne, 1975) terutama apabila sifat morfologi sulit sekali dibedakan.
qDigunakan untuk menganalisis taksonomi di bawah species


Ranunculus triplodontus
(suranto,1991)
qRanunculus dianalisis dengan 4 macam enzim:
qMengungkap kejelasan posisi species Ranunculus triplodontus yang mempunyai kompleksitas morfologi daun yang terdapat di berbagai kondisi lingkungan yang berbeda tetap merupakan satu species.
qData eksperimen (isozim) dan data morfologi dapat saling mendukung.

GENETIKA
qKromosom digunakan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan morfologi tumbuhan.
qDiuji menggunakan 4 macam isozim      
qMaka Variasi morfologi R. nanus terbukti terjadinya variasi morfologi daun didasari oleh faktor genetik    


MOLEKUL
qDNA digunakan untuk penggolongan virus tumbuhan khususnya genus Potyvirus strain Sugarcane Mosaic Virus berdasarkan sekuens “gen CP( selubung protein) ” menjadi Johnson Grass Mosaic Virus (JGMV)
qBerdasarkan sekuens DNA “gen selubung protein” strain JGMV yang dulunya 3 strain sekarang dikenal 4 strain (Suranto,dkk. 1998)

Dalam taksonomi modern, semakin banyak data yang digunakan, maka semakin kuat validitas klasifikasi status taksonomi tumbuhan.
  
  1.  Classical Taxonomy
   Pengelompokan tumbuhan berdasar sifat-  sifat makro yang menarik (morfologi).
  2.  Experimental taxonomy
  Pengelompokan tumbuhan yang tidak       hanya berdasarkan sifat morfologi        tetapi juga karakter mikro (kandungan       kimia, jumlah kromosom, data genetik).
 
  Taksonomi tumbuhan berperan penting dalam:
  -  identifikasi
  -  menguji klasifikasi yang   telah dibuat   berdasarkan sifat morfologi
  -  mengetahui hubungan kekerabatan
  -  pengaruh lingkungan (Grant, 1984).